Zero Sum Game adalah kondisi di mana sejumlah keuntungan di salah satu pihak berasal dari kerugian yang ada di pihak lainnya. Total agregat payoff dari seluruh pemain (baik yang payoff positif maupun negatif) adalah sama dengan Nol. Tidak ada kondisi win-win (seluruhnya positif) ataupun lose-lose (seluruhnya negatif).
Akhir-akhir ini tren investasi (trading) saham sedang naik. Di sosial media, banyak sekali yang sharing terkait saham. Menurut BEI, memang selama 2020 pertumbuhan investor ritel meningkat 93,4% dibandingkan tahun 2019. Beberapa emiten saham menjadi trending topic karena kenaikan harganya yang signifikan. Sebut saja $BRIS yang pada awal 2020 masih di harga Rp 300-an, dan naik signifikan hingga sempat menyentuh Rp 3.650,-, (lebih dari 10 kali lipat).
Dengan kenaikan yang siginifikan tersebut, tentu banyak investor yang beruntung mendapatkan durian runtuh. Rp 10 juta di awal 2020 bisa menjadi Rp 100 juta di akhir 2020. Tentunya ini sangat menggoda dan menarik minat para investor baru untuk mencoba peruntungannya di instrumen saham. Sayangnya, saya lihat lebih banyak yang melakukan investasi saham benar-benar jangka pendek, mencari keuntungan dari capital gain saja. Memang tidak salah, tapi banyak yang lupa jika mengharapkan high return tentu di belakangnya ada high risk.
Zero Sum Game dalam saham terjadi jika hanya terjadi jual-beli (trading) saham dengan tujuan ingin memanfaatkan selisih harga jual dan harga beli saja. Investasi benar-benar jangka pendek, hitungan hari atau bahkan hitungan jam dan menit di satu hari yang sama. Fenomena trading seperti ini yang saya banyak lihat sekarang di circle saya maupun di sosial media.
Di berita bahkan sempat dilaporkan ada beberapa investor yang menggunakan uang panas (pinjaman, dana darurat, gadai rumah, dll) untuk mencoba investasi saham karena ikut-ikutan, alhasil sahamnya nyangkut karena emiten yang dipilih ngedrop. Tentu ini berefek domino terhadap kehidupan dan kondisi ekonomi investor yang bersangkutan.
Ketika kita beli di harga rendah (serok bawah) suatu saham, di sisi lain ada yang jual murah saham tersebut. Dan ketika kita berhasil mempertahankan dan jual di harga puncak, di sisi lain ada yang beli di harga puncak tersebut. Posisi kita bisa di manapun, baik sebagai yang beli atau yang jual, baik di harga tinggi ataupun di harga rendah. Yang pasti selalu ada di sisi lain yang berkebalikan dengan kita.
Kita jual, dia beli. Kita beli, dia jual. Kepentingan dan harapannya pun bertolak belakang 180 derajat. Pada posisi beli, asumsinya ini adalah harga yang cukup rendah dan berharap harga sahamnya akan naik. Dan pada posisi jual, asumsinya ini adalah harga yang relatif masih belum terlalu rendah (atau bahkan tinggi) sebelum nanti harga saham ini turun. Itu lah kenapa jika instrumen saham bisa dikatakan sebagai Zero Sum Game.
Namun, instrumen saham sebenarnya bukan Zero Sum Game secara penuh. Instrumen saham bisa menjad Non-Zero Sum Game, dan dalam konteks optimis bisa menjadi Win-Win (karena secara umum bisa juga Lose-Lose). Ada nilai tambah dalam mekanisme di instrumen saham, sehingga jumlah imbalan yang diterima oleh seluruh investor lebih besar daripada total seluruh investasi yang sudah dibayarkan. Syarat instrumen saham menjadi Non-Zero Sum Game adalah adanya nilai tambah. Nilai tambah tersebut bisa dihasilkan dari 2 faktor berikut:
1. Adanya Dividen
Dividen merupakan keuntungan yang dibagikan perusahaan kepada pemilik saham. Dengan adanya dividen yang dibagikan, artinya nilai yang diperebutkan oleh para investor bukan hanya nilai yang disetor pada saat pembelian saham saja, tetapi juga nilai dividen yang dibagikan. Misalnya si A menjual saham X dengan capital gain tertentu, si B membeli saham pada saat A jual di harga lumayan tinggi dan misal ada penurunan harga saham. Kebetulan di periode saat si B memiliki saham X tersebut ada jadwal pembagian dividen dari PT X tersebut. Sehingga walaupun ada capital loss dari penurunan haga saham, B tetap mendapatkan keuntungan dari dividen.
Dividen berperan sebagai salah satu nilai tambah dari suatu saham. Seperti kita membeli mobil, walaupun setelah kita beli harganya akan turun jika kita jual kembali, tapi kita mendapatkan manfaat lain sebagai nilai tambah dari mobil tersebut, seperti untuk bepergian, mengangkut barang atau bahkan disewakan, selama kita memiliki mobil tersebut.
2. Pertumbuhan Fundamental
Dari sudut pandang probabilitas, suatu saham bisa saja nilainya akan terus naik sepanjang waktu (kalaupun turun, hanya sementara dan nilainya kecil). Misalnya si A beli saham PT Y di harga Rp 1.000,- kemudian dalam periode tertentu jual di harga Rp.1250,-. Kemudian ada si B yang membeli di harga Rp 1.250,- dan jual di Rp 1.500,-. Si C beli di Rp 1.500,- dan jual di Rp 1.750,-. Dan seterusnya. Skenario seperti ini menjadikan semua yang terlibat dalam rantai jual-beli saham mendapatkan capital gain, tidak ada yang rugi.
Skenario ini bisa terjadi dengan syarat ada pertumbuhan fundamental PT Y yang memang bagus dan harga saham tersebut naik selaras dengan pertumbuhan bisnis. Walaupun misal RUPS PT Y memilih untuk tidak membagikan dividen karena pertimbangan ekspansi bisnis, nilai tambah capital gain tetap ada, yang berasal dari kesehatan keuangan perusahaan yang semakin baik seiring peningkatan bisnis dan revenue perusahaan.
Jika tidak ada pertumbuhan fundamental yang mendukung, kenaikan harga saham akan mencapai titik jenuh dan harga saham akan pecah anjlok pada periode tertentu. Sehingga akan ada capital loss di sisi investor yang secara keseluruhan kembali mendekati Zero Sum Game.