Tepat 1 tahun pandemi terjadi di Indonesia. Memang kasus pertama Covid-19 di Indonesia sudah diumumkan dari sebelumnya, tapi 16 Maret 2020 adalah tanggal di mana dimulai adanya pembatasan aktivitas masyarakat secara masif untuk meminimalisir kontak fisik manusia dalam rangka menghindari penyebaran virus Covid-19. Belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah digencarkan oleh Pemerintah.
Dari 2 minggu, diperpanjang 2 minggu lagi, kemudia diperpanjang 2 minggu lagi dan seterusnya. Sempat ada pelonggaran atau relaksasi, tapi kemudian diperketat lagi. Ada PSBB jilid 1, PSBB jilid 2, PSBK, PPKM, PPKM Mikro, New Normal, dan seterusnya. Banyak jargon dan judul kebijakan yang digaungkan selama pandemi ini. Dan hari ini 16 Maret 2021 tepat menginjak 1 tahun berbagai macam kebijakan dan pembatasan tersebut.
Berbagai kebijakan pembatasan tersebut dilakukan dengan tujuan mengurangi laju penyebaran Covid-19. Tahun lalu kita sering banget mendengar istilah flattening the curve atau melandaikan kurva. Intinya, kalaupun Covid-19 menyerang sejumlah X populasi masyarakat, sebisa mungkin penyebarannya diperlambat sebisa mungkin agar tidak ada penumpukan pasien yang jauh melebihi kapasitas sumber daya kesehatan (kurva lebih lama/panjang, tapi landai). Baik sumber daya infrastruktur fisik kesehatan maupun sumber daya tenaga medis. Sehingga, kalaupun ada masyarakat yang terkena Covid-19, masih dapat tertangani perawatan dan pengobatannya dengan baik.
Namun, upaya pelandaian kurva ini hanya sekedar mengulur waktu, itupun memberikan pukulan yang cukup telak bagi perkonomian. Upaya paling solutif untuk mengakhiri pandemi adalah dengan pemberian vaksin. Waktu yang diulur ini, dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan, uji klinis, dan sebagainya hingga produksi massal vaksin yang bisa didistribusikan dan diberikan kepada sebagian besar masyarakat untuk mencapai herd immunity.
Di Indonesia sendiri, pemberian vaksin perdana telah dilakukan sejak 13 Januari 2021, dengan simbolis diberikan kepada Presiden dan beberapa tokoh publik. Simbolis ini cukup penting mengingat masih banyak kelompok-kelompok di masyarakat yang masih tidak mau divaksin, entah karena menganggap vaksin tidak halal, tidak aman, atau bahkan tidak percaya dengan adanya Covid-19 ini. Sehingga banyak dilakukan kampanye terkait pemberian vaksin ini.
Baca juga:
– Ulang Tahun (di Pandemi)
– Jangan Lengah
Tahapan selanjutnya setelah promosi ini adalah antrian vaksin. Saya pribadi sih mempercayakan sepenuhnya kepada Pemerintah dan lembaga/instansi yang bekerja sama untuk melakukan registrasi dan pelaksanaan vaksin. Tidak perlu pusing-pusing. Ibu saya sudah diberikan vaksin di Bandung pada 4 Maret 2021 lalu karena dianggap salah satu kelompok prioritas (lansia).
Saya sendiri pun baru divaksin hari ini, Selasa 16 Maret 2021, setahun setelah pandemi terjadi. Saya divaksin berdasarkan data yang ada di Perusahaan dan dilakukan di sentra vaksinasi bersama BUMN di Istora Senayan GBK. Menurut info dari panitia lapangan, jumlah total yang divaksin kemarin (Senin 15 Maret 2021) adalah sekitar 7000 orang, hari ini pun kurang lebih sepertinya sama, minimal di angka 6000-an.
Untuk mengakomodir pemberian vaksin sebanyak itu dalam 1 hari, dilakukan banyak pengaturan. Pertama, untuk kedatangan pun diatur sesuai jadwal. Saya mendapatkan jadwal awal pukul 15.30 s.d. 16.00. Asumsi operasional dilakukan dalam 10 jam (7 pagi sampai 5 sore), maka ada 20 sesi, sehingga 1 sesi (30 menit) bisa ada 300-350 orang yang perlu divaksin.
Tahapan yang dilalui untuk vaksin di sentra vaksin BUMN adalah registrasi, assesment, suntik vaksin, dan observasi. Sebenarnya waktu proses total hanya sebentar, untuk registrasi paling hanya 1-2 menit, assesment 3-5 menit, dan suntik vaksin 3-5 menit (jika pakaian yang dikenakan peserta vaksin agar ribet bisa lebih lama), total mungkin 10 menit saja. Untuk observasi, sebenarnya 30 menit, tapi ini tidak saya hitung sebagai waktu proses karena hanya sedikit yang mengalami gejala ikutan dan perlu dilakukan penangan di tempat.
Teori antrianya sih sederhana, tapi di lapangan pasti berbeda. Mulai dari peserta yang hadir tidak sesuai jadwal (lebih awal / lebih akhir) sehingga distribusi peserta vaksin tidak merata, kemudian peserta yang tidak / lupa membawa kelengkapan seperti surat panggilan atau ID card yang membuat proses lebih lama, kemudia kecepatan jalan yang berbeda, dan seterusnya. Banyak variabel yang bisa memengaruhi kondisi antrian.
Saran saya, ikuti saja arahan panitia di lapangan, bertanya boleh tapi jangan membantah. Bisa jadi memang ada yang datang lebih akhir dari kita, tapi dia bisa selesai duluan. Saya pun datang relatif lebih akhir 45 menit dari teman saya, tapi saya bisa selesai vaksin 15 menit sebelum teman saya tersebut. Karena proses vaksinasi ini setiap waktunya di angka ratusan sampai ribuan, antrian tidak bisa hanya dilakukan dengan cara linier first-in first-out secara sempurna.
Ini bukan antrian konser di kondisi normal yang bisa dibariskan dengan padat, namun harus tetap bisa menjaga jarak antar peserta agar tidak terlalu dekat. Pada kondisi tertentu, panitia bisa saja memecah antrian ke beberapa kelompok untuk menghindari penumpukan di suatu titik. Misal dari antrian 300 orang yang awalnya dilakukan secara linier, panitia membagi menjadi 3 x 100 di suatu titik. Sehingga, orang ke 101 (orang pertama di kelompok 2) dan 201 (orang pertama di kelompok 3) bisa ada kemungkinan lebih cepat selesai daripada orang ke 99 di kelompok 1. Padahal orang ke-99 lebih dulu sampai lokasi daripada orang ke-101 apalagi orang ke-201.
Pengaturan pelaksanaan antrian di atas sangat wajar dan logis, sehingga kita sebagai peserta vaksin sebaiknya mengikuti saja arahan panitia secara penuh. Karena panitia melihat kinerja antrian dari perspektif keseluruhan, bukan hanya dari sudut pandang masing-masing peserta vaksin.
Setelah vaksin, saya sendiri tidak mengalami gejala khusus, hanya sedikit capek dan pegel saja. Begitu selesai vaksin, saya dikirimi SMS yang mengingatkan jadwal vaksin kedua tanggal 30 Maret 2021 (jeda 2 minggu) dan link untuk mendapatkan e-certificate vaksin.