Timing > Time

Share

“Tidak perlu lulus tepat waktu, yang penting lulus di waktu yang tepat.”

Ungkapan di atas seringkali menjadi alasan atau jawaban ketika mahasiswa lulus dan wisuda tidak tepat waktu, termasuk saya, wkwkwk. Tepat waktu di sini adalah kuliah dan wisuda S1 dapat diselesaikan tepat 8 semester (4 tahun) atau bahkan kurang.

Saya sendiri dulu kuliah sih memang hanya 8 semester atau 4 tahun, tapi kelulusan dan wisuda saya baru dijalani setengah tahun kemudian. Selema setengah tahun itu saya masih proses menyelesaikan Tugas Akhir dan tentunya beberapa aktivitas lain di luar perkuliahan yang membuat agak terdistract dari Tugas Akhir tersebut. Sehingga bisa dibilang saya tidak lulus tepat waktu.

Ungkapan itu menjadi pembenaran dan juga penenang hati ketika itu. Walau alasan sebenarnya wallahu’alam, setiap orang pasti memiliki alasan masing-masing yang bisa berbeda. Entah memang >4 tahun by design (direncanakan) atau memang keteteran tidak bisa tepat waktu.

Berbicara masalah waktu yang tepat, berarti kita berbicara terkait momentum atau timing. Artinya, parameter kesuksesannya bukanlah “lebih cepat lebih baik”, melainkan “mana waktu yang paling optimum”.

Dalam konsep Lean Manufacturing / Kaizen, juga terdapat istilah “Just in Time” di mana salah satu poinnya adalah tidak boleh ada inventory sehingga proses penyelesaian aktivitasi pun tidak boleh terlalu cepat. Harus pas.

Konsep “Just in time” ini saya ingat terus dan sering saya terapkan dalam pekerjaan. Intinya mencari momen / timing yang tepat untuk men-deliver suatu output. Tidak perlu terburu-buru atau lebih awal dari target yang ditetapkan sebelumnya, kecuali memang percepatan itu sudah diperhitungkan dampak optimumnya.

Karena pekerjaan saya tidak terkait langsung dengan barang fisik seperti di industri manufaktur (di mana output yang terlalu cepat memerlukan inventori yang berdampak langsung terhadap biaya), pada konteks di pekerjaan saya sebenarnya hasil yang terlalu cepat tidak akan menimbulkan biaya inventori. Hanya saja, bisa jadi impactnya tidak optimum (pada next process dan keseluruahan process) bila saya deliver terlalu cepat. Intinya adalah harus menemukan momentum yang pas.

Strategi saya adalah selesaikan dengan cepat, tapi sampaikan di waktu yang tepat. Agar saya bisa fleksibel mengidentifikasi momentum yang tepat dan langsung menyampaikannya.

Bisa jadi sebenarnya suat pekerjaan sudah selesai dari kemarin, tapi saya baru sampaikan hari ini. Karena bisa jadi jika saya sampaikan langsung kemarin, bisa jadi dampaknya tidak optimum atau malah memberikan dampak yang kontraproduktif terhadap keseluruhan proses.

Finish early, deliver on time.

Bagikan tulisan ini:

mozuqi

Mohammad Zulkifli Falaqi. Biasa dipanggil Zul. Saat ini sedang mencari sesuap nasi di ibukota sebagai buruh yang ngurusin organisasi dan SDM di perusahaan yang bergerak di bidang energi. Menulis apa saja yang terlintas di pikiran.

You may also like...

Leave a Reply