Dulu kalau saya lari, saya tidak pernah mengukur jarak dan waktu secara bersamaan untuk mengukur pace. Sekedar lari saja, paling menargetkan waktu tertentu atau jarak tertentu saja secara terpisah. Makin ke sini, karena teknologi semakin canggih dan mudah diperoleh, pengukuran jarak dan waktu serta turunannya yakni kecepatan atau pace bisa dilakukan dengan mudah. Bisa melalui aplikasi di smartphone ataupun melalui smartwatch.
Dengan melalukan monitoring jarak dan waktu ini, memudahkan saya untuk mengatur dan merencanakan latihan saya. Apakah belum cukup jauh, belum cukup cepat, belum cukup lama, atau sudah cukup. Termasuk parameter lain yang biasanya diperhitungkan di beberapa device yang memiliki sensor dan aplikasi khusus, seperti detak jantung atau estimasi jumlah kalori yang terbakar.
Pace sendiri adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jarak tertentu, berkebalikan dengan kecepatan (speed / velocity) yang merupakan jarak tertentu dalam suatu satuan waktu. Jika rumus kecepatan adalah jarak dibagi waktu, maka rumus pace adalah waktu dibagi jarak. Satuan pace yang sering digunakan di Indonesia adalah menit per kilometer. Untuk membandingkan dengan kecepatan, berikut tabel konversi antara pace dengan kecepatan.
Pace (min / km) | Speed (km / jam) |
2 | 30 |
3 | 20 |
4 | 15 |
5 | 12 |
6 | 10 |
7 | ~ 8,6 |
8 | 7,5 |
9 | ~ 6,7 |
10 | 6 |
Lalu, berapakah standar pace lari pada umumnya? Berdasarkan data dari strava, dilansir dari athletesclick ( https://athletesclick.com/average-running-speed/ ), rata-rata pace untuk lari bisa dibagi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Untuk kondisi saya sendiri saat ini, laki-laki dengan kelompok usia 30-34 tahun adalah rata-rata 6:18 menit per kilometer. Aktual sejauh ini, saya masih di bawah rata-rata tersebut, yakni di sekitar 7:14 menit per kilometer. Masih perlu banyak latihan lagi.
Lebih lengkapnya, berikut tabel rata-rata pace dimaksud. Data aslinya hanya menampilkan data pace menit per miles. Saya tambahkan data pace menit per kilometer dengan membagi angka pace menit per miles dengan 1,609 (1 miles = 1,609 km).
Karena data di atas adalah rata-rata, tentu banyak yang di atas ataupun di bawah angka rata-rata tersebut, seperti halnya saya yang saat ini masih di bawah rata-rata. Kalau lihat contoh ekstrem lain, seperti atlet lari, misalnya Agus Prayogo, dengan usia yang masuk katergori 35-39, rata-ratanya adalah 6:30 menit per km. Namun jika kita lihat pencapaiannya seperti tercantum pada bio instagramnya yang bisa menembus rekor nasional, beliau bisa mencapai pace yang 2 kali lebih baik dari rata-rata.
Kalau kita konversi waktu capaiannya ke dalam pace, pace terbaik Agus Prayogo adalah 02:49 menit per kilometer untuk jarak 5 km, dan pace “terburuk” Agus Prayogo adalah 03:22 menit per kilometer untuk jarak full-marathon, sangat jauh di atas rata-rata pace manusia pada umumnya. Berikut lengkapnya pace Agus Prayogo.
Jarak | Waktu | Pace |
5 km | 14:04 (NR) | 02:49 / km |
10 km | 29:25 (NR) | 02:57 / km |
Half-Marathon (~21 km) | 1:06:26 (NR) | 03:10 / km |
Full-Marathon (~42 km) | 2:21:09 | 03:22 / km |
Tentunya saya sendiri tidak akan menargetkan pace sekelas atlit untuk diri pribadi, saat ini paling mengejar angka rata-rata terlebih dahulu sesuai kelompok usia. Next-nya bisa dipikirkan lebih lanjut, apakah menambah jarak atau meningkatkan pace lagi.
Tapi yang saya amati, di beberapa event lari virtual, kadang ada pelari biasa (non-atlet) yang upload/submit capaian lari yang bisa mendekati atau bahkan melebihi pace atlet. Ya mungkin mereka larinya pake threadmill di dalam bis, hehehe…
terimakasih mas untuk tabel konversi pace nya sangat bermanfaat sebagai patokan