Pagi tadi karena ada acara offline dengan pihak eksternal, saya menjalani rapid test terlebih dahulu sebelum acara dimulai. Sebelumnya saya beberapa kali menjalani rapid test antibody, namun kali ini saya menjalani rapid test swab antigen. Berbeda dengan rapid test antibody yang mendeteksi virus melalui reaksi dari dalam tubuh kita (muncul atau tidaknya antibody), rapid test swab antigen sudah mulai mendeteksi virus melalui virusnya sendiri, walau dari protein/bagian tubuh virus saja.
Dari metode pengambilan sampel pun berbeda, rapid test antibody dilakukan melalui pengambilan darah dan rapid test swab antigen melalui swab (usap/seka). Tadi pengalaman pertama saya dilakukan swab ke hidung, biasanya rpaid test antibody hanya ditusuk jarum saja di ujung jari. Sesuai namanya, rapid test swab antigen merupakan test yang rapid (hasilnya relatif cepat keluar) dengan metode pengambilan sampel swab (usap/seka) yang mendeteksi virus melalui antigen (bagian dari tubuh atau protein virus).
Saat ini screening cepat covid mulai berangsur beralih dari rapid test antibody ke rapid test antigen karena sudah banyak orang yang diberikan vaksin, walaupun sebagian besar masih vaksin tahap 1. Tujuan vaksin sendiri adalah untuk memproduksi antibody di tubuh kita untuk melawan virus. Sehingga apabila sudah diberikan vaksin, justru seharusnya antibody kita akan muncul. Apabila dilakukan rapid test antibody tentunya akan menjadi reaktif, padahal orang tersebut bisa jadi bebas dari virus, antibody muncul karena sudah diberi vaksin (false positive).
Baca Juga:
– Vaksin Covid setelah Setahun Pandemi
– Contact Tracing untuk Prevensi Penyebaran Covid
Memang belum semua orang diberikan vaksin, tapi dari yang hadir saat itu pasti ada beberapa yang sudah diberikan vaksin. Untuk menghindari false positive, jadi rapid test yang digunakan pun harus rapid test antigen. Dari situs kawalcovid19.id, per tanggal 24 Maret 2021 pukul 22:05, jumlah orang yang sudah diberikan vaksin adalah sebanyak 6.389.837 orang, yang tentu akan terus bertambah setiap harinya.
Semakin hari, semakin banyak orang yang divaksin, sehingga rapid test antibody akan semakin tidak efektif untuk screening, karena akan terjadi banyak false positive. Secara bertahap tingkat pelaksanaan test antigen akan semakin banyak. Memang test antigen tidak seefektif tes PCR, namun tes antigen relatif lebih cepat dan murah, sehingga cocok untuk screening awal.
Rapid test antibody akan semakin ditinggalkan, malah test antibody kuantitatif (mengukur seberapa banyak antibody yang muncul, tidak sekedar mengukur ada/tidak) yang akan mulai banyak dilakukan untuk menilai efektivitas dari vaksinasi yang telah dilakukan.