Samsung pernah mengeluarkan iklan yang menyindir Apple yang tidak lagi menyertakan audio jack 3,5 mm pada iPhone terbarunya, sehingga pengguna iPhone yang ingin menggunakan headset dengan audio jack 3,5 mm perlu menggunakan adapter tambahan. Sementara Samsung masih memiliki audio jack sehingga pengguna bisa dengan praktis menggunakan headset dengan audio jack 3,5 mm.
Apple sendiri pertama kali mengeluarkan iPhone tanpa audio jack 3,5 mm di iPhone 7 pada tahun 2016. Setelah melakukan sindirian terhadap Apple dan menonjolkan audio jack 3,5 mm di Samsung sebagai kelebihan, akhirnya Samsung ikut-ikutan mengeluarkan produk tanpa audio jack 3,5 mm di Galaxy Note 10 pada tahun 2019 dan disusul Galaxy S20 pada tahun 2020.
Tahun 2020, Apple mengeluarkan iPhone 12 series tanpa disertai charger pada paket penjualannya. Keputusan yang beralasan namun cukup kontroversial. Hal ini tentu membuat pabrikan HP saingan memanfaatkan momentum kontroversial ini untuk kepentingan merek mereka. Di antaranya adalah Samsung dan Xiaomi yang membuat iklan menyindir Apple, yang menegaskan bahwa Samsung dan Xiaomo tetap menyertakan charger pada paket penjualannya.
Kini, Samsung sudah menghapus iklan sindiran tersebut. Isunya karena Galaxy S21 akan diluncurkan tanpa charger pada kemasan penjualannya. Begitu juga dengan Xiaomi, pada seri Mi 11 akan diluncurkan tanpa charger pada kemasan penjualannya (walau ada kemungkinan disertai pilihan paket penjualan dengan charger).
Mengapa Ada Perubahan Sikap?
Pada contoh pertama di atas, setelah menyindir Apple pada tahun 2016, Samsung meniru Apple di tahun 2019, ada selang 3 tahun. Dan untuk contoh kedua, sepertinya tidak akan berselang lebih dari 1 tahun bagi Samsung dan Xiaomi untuk meniru Apple setelah melakukan sindiran.
Jika kita melihat dari kacamata konsumen/publik, tentu kita melihat sikap Samsung / Xiaomi ini adalah sikap yang plin-plan, menjilat ludah sendiri. Tapi kalau kita lihat dari sudut pandang pelaku, perubahan sikap ini adalah bagian dari proses pembelajaran. Yang sebelumnya belum merasakan, sekarang sudah merasakan. Yang sebelumnya belum paham, sekarang sudah paham.
Dalam keseharian, tentu kita pun sering mengalami perubahan sikap. Misalnya sikap kita terhadap suatu alternatif strategi bisnis, instrumen investasi, jenis mobil, atau preferensi pilihan politik. Mungkin sebagian dari kita ada juga yang bisa selalu konsisten.
Pagi dele (kedelai), sore tempe. Itu adalah salah satu ungkapan yang sering disampaikan jika ada orang yang plin-plan baik dalam perkataan ataupun perbuatan. Secara harfiah, apa salahnya dengan kedelai yang menjadi tempe? Kedelai berubah menjadi tempe agar tetap memiliki nilai tambah dan dicari orang. Perubahan sikap adalah hal yang wajar, apalagi kita sebagai manusia yang terus belajar dan berkembang.
Yang perlu digarisbawahi adalah kita jangan pernah mengejek (atau setidaknya tidak terlalu ofensif) untuk yang berbeda sikap. Karena mungkin kita pun pernah punya pandangan seperti itu, ataupun mungkin kita kelak akan punya pandangan yang sama seperti mereka.