Dulu saya pernah ngobrol dengan teman saya diskusi tentang rencana pembelian rumah (properti) sebagai investasi. Teman saya itu sedang berencana membeli rumah yang murni ditujukan sebagai investasi, bukan untuk ditinggali. Incarannya adalah sebuah rumah di perumahan (cluster) baru yang sedang dibangun seharga sekitar Rp 400juta. Diskusinya saat itu adalah adalah apakah worth it untuk membeli rumah tersebut.
Harga pasaran sewa rumah di area tersebut adalah Rp 10-15 juta per tahun, atau sekitar 2,5% – 3,75% per tahun, itupun kalau selalu ada yang sewa. Pilihannya saat itu adalah investasi di instrumen lain seperti obligasi / sukuk yang dalam waktu dekat akan dikeluarkan Pemerintah dengan kupon bunga di atas 5%.
Kalau secara sekilas, tentunya dengan tujuan investasi dan hanya dilihat dari rate return per tahun, mending pilih obligasi / sukuk saja. Karena jelas rate per tahunnya lebih tinggi (saat itu kalau tidak salah sedang diterbitkan obligasi / sukuk dengan kupon 8,15% dengan nett 6,52% per tahun).
Namun saat itu teman saya tetap memilih membeli rumah saja, dengan pertimbangan ada potensi harga tanah dan rumah yang naik dalam waktu 3-5 tahun. Walaupun berbeda RW, tapi ada beberapa rumah dengan luasan sama yang dijual di perumahan lain di area tersebut yang saat itu dijual di harga Rp 550-an juta. Dan karena ini masih awal-awal masa penjualan (masih dalam proses pembangunan), developer masih masang di harga dasar, sehingga ada kemungkinan developer pun menaikkan harga jual baru ke depannya sejalan dengan progress dari pembangunan rumah dan infrastruktur perumahan.
Dari diskusi tersebut, terlhat bahwa dalam suatu investasi, return terdiri dari capital gain (atau loss) dan dari yield. Capital gain (atau loss) adalah kenaikan atau penurunan harga/nilai dari pokok objek instrumen investasi. Seperti jual-beli barang biasa, akan ada keuntungan jika kita menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga saat beli. Dan sebaliknya, kita rugi jika harga saat jual lebih rendah daripada saat beli.
Kemudian, yield adalah tingkatan pengembalian yang dihasilkan dari investasi, dibandingkan dengan investasi awal yang kita tanam. Yield ini biasanya return yang cenderung bersifat rutin. Bisa dianalogikan capital gain (loss) itu adalah harga jual sebuah pohon yang sudah kita tanam dalam periode tertentu, dan yield adalah buah yang bisa kita nikmati secara rutin selama kita masih memiliki pohon tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah contoh bentuk Capital Gain (loss) dan Sumber Yield dari berbagai instrumen investasi:
No | Instrumen Investasi | Capital Gain / Loss | Sumber Yield |
1. | Deposito / Tabungan | N/A | Bunga |
2. | Reksadana | Harga Unit | N/A |
3. | Obligasi / Sukuk | Nilai Jual Pasar Sekunder (Jika ada*) | Rate Kupon |
4. | Saham | Harga Saham | Dividen |
5. | Emas | Harga Emas | N/A |
6. | Properti | Harga Properti | Sewa |
7. | Bisnis Langsung | Nilai Perusahaan / Aset | Revenue |
Capital gain (loss) dan yield adalah komponen dari sebuah return dalam investasi. Untuk profit yang kita bisa nikmati secara bersih tentunya harus dikurangi dulu dengan cost. Ada cost yang melekat pada instrumen investasi masing-masing sesuai karakteristiknya. Misalnya untuk properti ada cost iklan, maintenance, dll. Untuk emas ada cost safe deposit box (jika tidak ingin menyimpan sendiri). Untuk saham ada fee jual dan fee beli. Lalu cost lainnya adalah pajak, walaupun beberapa instrumen investasi seperti keuntungan reksadana sudah bersih dan bukan merupakan objek pajak lagi.
1 Response
[…] Sedikit berbeda dengan saham yang ada potensi dividen, walau investasi jangka panjang, di reksadana hanya ada potensi capital gain NAB/UP. Jadi seperti “trading” saja, komponen return dalam reksadana hanya ada capital gain/loss, tidak ada yield. (baca juga: Komponen Return dalam Investasi) […]