Digital Parenting

Share

Digital parenting adalah adalah pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh orang tua untuk memahami, mendukung, dan mengarahkan aktivitas anak yang lahir dan tumbuh di era digital. Dengan adanya teknologi digital, khususnya internet, cara kita berpikir, belajar, dan beraktivitas menjadi sangat berbeda.

Saya pertama kali mengenal internet sekitar tahun 2000, saat kelas 5 SD. Itu pun hanya sekedar tahu dan hanya akses internet di warung internet (warnet). Jumlah warnet masih sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari. Masih jauh lebih banyak warung telepon (wartel) saat itu. Komputer di rumah pun belum terhubung dengan internet tapi semuanya biasa-biasa saja. Main komputer tanpa internet adalah hal yang sangat normal.

Tahun 2001-2004 saat SMP, saya mulai lebih mengenal internet karena menjadi salah satu kurikulum di mata pelajaran komputer. Ditambah masuknya online games seperti Ragnarok Online dan Counter Strike. HP masih menjadi barang mewah, itupun masih HP monokrom yang hanya bisa akses komunikasi melalui telepon dan SMS. HP berkamera dan bluetooth seperti Nokia 7650 atau Sony Ericsson dengan kamera modularnya hanya dimiliki anak sultan. Pada periode ini media sosial yang saya kenal hanyalah mIRC.

Tahun 2004-2007 saat saya SMA, akses internet semakin mudah, warnet semakin menjamur dimana-mana. Walaulpun akses internet masih belum terlalu personal, akses utama terhadap internet masih mengandalkan warnet. Pertukaran data dari internet (via warnet) ke komputer personal dan sebaliknya mengandalkan USB Flashdisk masih generasi USB 1.1. Merek yang populer saat itu adalah kingston dengan kapasitas mulai 32 MB s.d 512 MB. Saat SMA ini mulai lah saya mengenal dengan media sosial Friendster, tentu tidak menggunakan nama yang sebenarnya.

Mulai tahun 2007, saat saya kuliah, saya mulai merasakan akses internet yang sangat membumi dan merakyat. Kampus yang menyediakan fasilitas internet sangat memanjakan dan membuka mata saya terhadap dunia internet. Laptop pertama saya dibelikan orang tua pada tahun 2007 ini. Berbekal laptop dan adanya akses internet yang bagus di kampus, saya jadi sering pulang malam atau bahkan menginap di kampus. Jaringan internet kabel saat itu belum merata, sehingga di rumah saya mengandalkan modem telkomsel flash yang harus diatur penggunaannya dengan ibu dan kakak saya.

Sejak 2007 ini, saya pun merasakan banyak perubahan atau hal-hal yang baru terkait dunia internet. Dimulai dari berkenalan media sosial Facebook dan kemudian disusul Twitter, lalu platform chatting menggunakan YM yang harus diinstal di HP Java yang selanjutnya dihantam booming Blackberry dengan BBM-nya. Jaringan 3G terasa sangat cepat saat baru diluncurkan menggantikan jaringan EDGE.

– – –

Fast forward ke hari ini, sekarang semua orang sudah memiliki HP. HP yang banyak digunakan pun bukan sekedar HP biasa untuk telepon dan SMS saja. Tapi smartphone yang memiliki kemampuan lebih baik daripada PC atau laptop 15 tahun yang lalu.

Jika bepergian saat ini, masih lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan HP. Kita lebih mati gaya ketika tidak membawa HP. Dengan adanya HP kita bisa menyelesaikan masalah ketinggalan dompet. Tapi dompet tidak bisa menyelesaikan masalah ketinggalan HP.

Anak saya yang pertama lahir tahun 2015, sejak lahir sudah berasa di era digital dengan teknologi 4G yang sudah jalan di Indonesia. Selama 5 tahun lebih usianya saat ini, dunia digital dan internet sangat berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang dan masa kecil anak saya.

Banyak hal yang memberikan dampak positif, tapi tentu ada kekhawatiran mengenai dampak negatif dari era digital ini terhadap anak-anak untuk kita mitigasi sejak dini. Digital parenting adalah seni bagaimana mengoptimalkan penggunaan teknologi digital agar mendapatkan manfaat yang maksimum dan pengaruh negatif yang minimum.

Awal Februari 2021 ini, Google Indonesia membuat program #KeluargaTangkasBerinternet. Program ini dibuat untuk membantu para orang tuang dalam Digital Parenting.

Topik pertama dalam program ini adalah “Keluarga Tangkas Berinternet: Perilaku Si Kecil di Dunia Digital”. Bagaimana orang tua bisa membimbing anak-anaknya tanpa menceramahi dapat dilakukan dengan 4 langkah berikut:

1. Memahami Dunia Mereka

Anak-anak kita ini tidak pernah memgalami dunia tanpa internet. Saat lahir mungkin kita sendiri orang tuanya yang share foto pertamanya ke Path, Instagram, atau Whatsapp. Sangat wajar kalau mereka sangat bergantung pada internet ketika bermain ataupuh belajar. Itu dunia yang harus kita pahami terlebih dahulu.

2. Saling Berbagi Kesukaan

Kita harus mecari tau apa preferensi minat dan kesukaan anak kita. Selama itu hal yang positif, wajib kita apresiasi dan dukung. Kita mendukung anak kita dengan berpartisipasi bersama sesuai dengan kesukaannya tersebut. Kita pun bisa menunjukan kepada anak kita kesukaan kita yang diekspresikan di dunia digital.

3. Jelajahi Bersama Konten Bermanfaat

Maksimalkan pendampingan kepada anak ketika menikmati konten di internet. Selain mengarahkan konten atau kelompok konten mana yang cocok untuk anak kita, pendampingan ini juga meningkatkan bonding antara kita dengan anak kita. Sambil menonton betsama, kita bisa mengobrol dan bercerita sambil menjelaskan value-value yang harus diambil.

4. Buat Aturan Bersama

Dengan tetap memperhatikan aspirasi dan keinginan anak kita, kita harus membuat aturan yang disepakati bersama. Aturan ini bisa sangat luas. Apakah jenis konten / platform yang dinikmati atau misal jadwal dan pembagian waktu dengan aktivitas lain (mengerjakan PR, bermain di luar rumah, dll)

Bagikan tulisan ini:

mozuqi

Mohammad Zulkifli Falaqi. Biasa dipanggil Zul. Saat ini sedang mencari sesuap nasi di ibukota sebagai buruh yang ngurusin organisasi dan SDM di perusahaan yang bergerak di bidang energi. Menulis apa saja yang terlintas di pikiran.

You may also like...

Leave a Reply