Dalam memilih instrumen dan produk investasi, saya selalu membandingkan (benchmarking) dengan reksadana pasar uang (RDPU) yang memiliki kinerja return cukup baik. RDPU ini merupakan reksadana yang memiliki risiko relatif rendah dan cukup likuid. Secara return mungkin paling rendah dibanding saham, rekasadana saham atau reksadana pendapatan tetap, tapi RDPU relatif stabil, hampir bisa dianggap memiliki fixed rate return.
Sebagai contoh, selain investasi di RDPU, saya juga mencoba masuk sebagian di reksadana saham. Salah satu produk reksadana saham yang saya ambil adalah yang garis warna hitam di bawah, sejak 8 Februari 2021 lalu. Jika dibandingkan dengan benchmark RDPU, per kemarin (harga 8 Desember 2021) return reksadana saham saya untuk 10 bulan investasi ini masih di atas benchmark RDPU. Reksadana saham saya memberikan return 6,02% dan RDPU benchmark di 4,43%.
Jika disetahunkan (dikali 12/10) menjadi 7,22% (reksadana saham) dan 5,32% (RDPU benchmark). Walaupun sebenarnya untuk reksadana saham tidak bisa begitu saja disetahunkan, hanya pendekatan saja. Karena fluktuasinya cukup tinggi. Sebagai contoh, di periode Februari – Desember 2021 ini, titik tertinggi return reksadana saham ada di 8,78% pada tanggal 25 November, dan sebaliknya titik terendah return ada di -10,87 % (rugi) pada 14 Juli lalu.
Ini sebagai gambaran saja, posisi per hari ini produk reksadana saham yang saya ambil masih lebih baik dari benchmark. Walau bukan posisi yang terbaik (momennya terlewat), tapi jika saya tarik sekarang, bagi saya masih menguntungkan, baik dibanding dana yang saya setor di 8 Februari atau dibanding benchmark RDPU.
Benchmarking terhadap RDPU ini sangat membantu saya untuk menganalisis keputusan-keputusan investasi saya. Baik itu di awal ketika akan memulai investasi, ketika di tengah perjalanan investasi (menentukan lanjut as is, top-up, atau withdraw), dan ketika di akhir setelah selesai investasi.
Ketika ada tawaran sukuk, obligasi, atau surat berharga negara lainnya saya selalu memandingkan dengan RDPU. SBN biasanya kurang likuid daripada RDPU, logikanya baru saya akan pilih kalau return yang ditawarkan masih di atas RDPU. Dulu sekitar 2017-2018. SBN masih menawarkan rate yang cukup tinggi, di atas 8% per tahunnya, namun makin ke sini return yang ditawarkan semakin kecil, bahkan di bawah 5%, belum dipotong pajak 15%. Jadi bersihnya kurang dari 4,25% per tahun.
Ketika saya mengontrak rumah di Jakarta pun saya analisis menggunakan benchmark RDPU ini. Tarif sewa rumah saya hanya 2% dari harga rumah. Artinya, seandainya saya punya uang cash seharga rumah tersebut, lebih menguntungkan bagi saya untuk menginvestasikan di RDPU (~6% / tahun) yang saya ambil 2% nya tiap tahunnya untuk bayar sewa rumah. Aset saya di RDPU masih bisa tumbuh sekitar 4% per tahun, tanpa perlu memikirkan bayar PBB dan renovasi besar rumah, plus bisa dicairkan kapanpun juga. Apalagi ini daerahnya sudah cukup matang di mana kenaikan harga properti sudah cukup lambat.